Bagian terpenting dari ajaran Tarekat dan tujuan Tasawwuf adalah bagaimana cara berhubungan langsung dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) agar dapat berada di hadirat Allah SWT tanpa pembatas (hijab). Tanpa pembatas atau jalan kasyaf dalam berhubungan dengan Allah SWT, itu menjadi cita-cita semua sufi (wali). Hal yang demikian akan dirasakan sebagai suatu kenikmatan dan kebahagiaan haqiqi. Perbedaan prinsip terjadi pula di kalangan sufi dalam menanggapi kasyaf dan dalam melakukan sistem latihan karena adanya perbedaan titik tolak dan keragaman konsepsi tentang hakikat Allah SWT dan manusia. Perbedaan konsepsi adalah konsekwensi latar belakang pengetahuan yang dimiliki dan yang menjadi dasar interpretasi terhadap makna-makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Rosul Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam (SAW).
Para sufi sepakat bahwa jalan satu-satunya untuk pendekatan dan penyaksian Allah SWT adalah penyucian dan kesucian jiwa, karena dalam hati terkandung berbagai kecenderungan duniawi yang menjadi dinding pembatas atas kasyaf bagi tujuan perjalanan. Hati manusia merupakan refleksi atau pancaran dari dzat Allah SWT yang suci, maka hati harus mencapai tingkat kesucian dan kesempurnaan. Oleh karena itu diperlukan pendidikan dan latihan mental yang keras dengan jalan pengaturan sikap-sikap, pendisiplinan tingkah laku, pembentukan pribadi yang bermoral tinggi dan pengarahan pusat pikir dan rasa pada obyek ketuhanan yang transendental dan yang bersifat spiritual. Dengan demikian, banyak sistem pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh sufi. Itulah Tarekat. Usaha untuk menempuh sistem itu disebut Suluk dan orang yang melakukan dan mengalami latihan disebut Salik.
Adapun masalah karomah dalam silsilah biografi para wali (wabil khusus Syaikh Ahmad Al Mutamakkin) merupakan subyek yang bukan titik berat, sebab tujuan yang hendak dicapai adalah untuk memperkenalkan kepada generasi zaman ini biografi para pendahulunya dengan gaya berkomunikasi dan berpikir mereka bahwa para wali adalah manusia mahfudh yang paham betul bagaimana menghargai waktu, umur, dan agama, sehingga mereka (para wali) meletakkan segala sesuatu sesuai dengan tempatnya. Dan barang siapa meletakkan sesuatu pada tempatnya akan tampak dari dirinya rahasia waktu, umur, dan agama sehingga tidak memprioritaskan salah satu di atas lainnya, tapi asas mereka dalam masalah agama dan dunia adalah tujuan Allah SWT, sehingga mereka menjadikan agama sebagai target utama dan dunia sebagai media untuk bisa sampai kepada target (الدنيا مزرعة الاخرة).
Bagian terpenting dari ajaran Tarekat dan tujuan Tasawwuf adalah bagaimana cara berhubungan langsung dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) agar dapat berada di hadirat Allah SWT tanpa pembatas (hijab). Tanpa pembatas atau jalan kasyaf dalam berhubungan dengan Allah SWT, itu menjadi cita-cita semua sufi (wali). Hal yang demikian akan dirasakan sebagai suatu kenikmatan dan kebahagiaan haqiqi. Perbedaan prinsip terjadi pula di kalangan sufi dalam menanggapi kasyaf dan dalam melakukan sistem latihan karena adanya perbedaan titik tolak dan keragaman konsepsi tentang hakikat Allah SWT dan manusia. Perbedaan konsepsi adalah konsekwensi latar belakang pengetahuan yang dimiliki dan yang menjadi dasar interpretasi terhadap makna-makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Rosul Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam (SAW).
Para sufi sepakat bahwa jalan satu-satunya untuk pendekatan dan penyaksian Allah SWT adalah penyucian dan kesucian jiwa, karena dalam hati terkandung berbagai kecenderungan duniawi yang menjadi dinding pembatas atas kasyaf bagi tujuan perjalanan. Hati manusia merupakan refleksi atau pancaran dari dzat Allah SWT yang suci, maka hati harus mencapai tingkat kesucian dan kesempurnaan. Oleh karena itu diperlukan pendidikan dan latihan mental yang keras dengan jalan pengaturan sikap-sikap, pendisiplinan tingkah laku, pembentukan pribadi yang bermoral tinggi dan pengarahan pusat pikir dan rasa pada obyek ketuhanan yang transendental dan yang bersifat spiritual. Dengan demikian, banyak sistem pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh sufi. Itulah Tarekat. Usaha untuk menempuh sistem itu disebut Suluk dan orang yang melakukan dan mengalami latihan disebut Salik.
Adapun masalah karomah dalam silsilah biografi para wali (wabil khusus Syaikh Ahmad Al Mutamakkin) merupakan subyek yang bukan titik berat, sebab tujuan yang hendak dicapai adalah untuk memperkenalkan kepada generasi zaman ini biografi para pendahulunya dengan gaya berkomunikasi dan berpikir mereka bahwa para wali adalah manusia mahfudh yang paham betul bagaimana menghargai waktu, umur, dan agama, sehingga mereka (para wali) meletakkan segala sesuatu sesuai dengan tempatnya. Dan barang siapa meletakkan sesuatu pada tempatnya akan tampak dari dirinya rahasia waktu, umur, dan agama sehingga tidak memprioritaskan salah satu di atas lainnya, tapi asas mereka dalam masalah agama dan dunia adalah tujuan Allah SWT, sehingga mereka menjadikan agama sebagai target utama dan dunia sebagai media untuk bisa sampai kepada target (الدنيا مزرعة الاخرة).
(KH. A. Zakki Fuad Abdillah, Pengasuh Pondok Pesantren Mathali’ul Huda Al-Kautsar Kajen)
SPESIFIKASI BUKU :
Judul : Dakwah an-Nahdliyyah Syaikh Ahmad Mutamakkin
Penulis : Jamal Ma’mur Asmani
Ukuran : 13,5×20,5 cm
Tebal : xxxviii+326 halaman
ISBN : 978-602-5653-21-6
Harga : Rp. 85.000
Berat : 360 gram
Penerbit : CV. Global Press
Untuk info pemesanan silahkan hubungi ke 0856-0118-9556 (via WA/SMS/ Phone). Terima kasih atas kerjasamanya.